Malam mulai larut, namun Chika belum juga mampu memejamkan mata. Kasur yang empuk dengan seprai bermotif Spongebob, tokoh kartun idolanya, dan dekorasi baru di kamar tidurnya masih belum mampu membawanya ke alam mimpi.
Kamar itu tidak begitu luas, namun penataan yang rapi membuat siapapun pasti merasa betah di kamar itu. Dindingnya dicat dengan warna krem dengan foto-foto Chika bersama ayah dan bunda serta poster tokoh-tokoh kartun idola tertempel rapi di sana. Ranjang mungil Chika menghadap ke jendela di mana sinar mentari pagi selalu siap menyapanya untuk mengawali hari. Almari kecil tempat menyimpan pakaian berada di samping ranjang. Sementara meja belajar dan rak buku bergambar Spongebob dan teman-teman berjajar rapi di sisi lainnya.
Chika mendekap erat boneka Spongebob. Dia sulit tidur malam ini. Memang sih, sudah hampir sebulan ini Chika tidur sendiri. Kata bunda, Chika sudah kelas satu jadi harus berani tidur tanpa ditemani ayah bunda. Lagipula, ayah dan bunda sudah merancang kamar yang indah baginya. Namun kejadian tiga hari yang lalu membuat Chika ingin kembali tidur bersama ayah bunda.
Jam dinding berbentuk Patrick si bintang laut menunjukkan pukul 11. Tapi Chika tak mau lagi melihat ke arah jam dinding itu. Kamis malam kemarin, seekor makhluk merayap dari balik jam itu. Ia terus merayap ke langit-langit kamar Chika dengan lincahnya, sambil menjulurkan lidah menangkap nyamuk, santapan kesukaannya. Sampai tiba-tiba si cicak terpeleset dan jatuh di tangan Chika yang sedang tertidur pulas. Chika terbangun dengan kaget, lalu menjerit ketakutan.
Sejak saat itulah Chika rewel, tak mau tidur di kamar itu lagi sendirian. Tiga hari ini ayah sibuk memastikan tak ada cicak yang mondar-mandir di dinding dan langit-langit kamar, sementara bunda harus mendongeng sebagai pengantar tidur Chika. Biasanya, Chika bisa tertidur pulas semalaman. Apalagi semprotan anti nyamuk dengan aroma jeruk melindunginya dari gigitan nyamuk sampai pagi.
Namun kali ini dia belum bisa tidur. Tadi dia pura-pura merem ketika bunda mencium keningnya dan ayah mengucapkan selamat tidur. Jika sampai besok Chika berani tidur sendiri, ayah dan bunda akan membelikannya sepasang hamster lucu. Meski masih merasa takut, Chika harus berani tidur sendiri demi mendapat hadiah itu. Lagipula, dia tadi sudah berdoa. Tuhan pasti akan menjaganya.
Bulan bersinar terang di luar sana. Mata bundar Chika mulai lelah. Suasana senyap, hanya terdengar bunyi kentongan yang dipukul petugas ronda. Namun sayup-sayup terdengar suara isak tangis di kamar Chika. Suara itu datang dari balik meja belajar.
“Huu…huu..,sekarang Chika membenciku. Padahal kan aku hanya ingin berteman dengannya.” Chika penasaran, “Siapa ya?” Suara itu tak menjawab. “Ah, mungkin hanya mimpi,” pikir Chika sambil melanjutkan tidurnya.
Tak lama kemudian suara itu terdengar lagi. “Memang sih ini semua salahku. Aku dulu terlalu ceroboh sewaktu mengejar nyamuk nakal itu. Aku terpeleset dan menjatuhi Chika.” Ternyata itu suara seekor cicak. “Huu..huu..tapi kan aku nggak sengaja. Aku juga mau minta maaf kok,” si cicak meneruskan curhatnya. Chika berbaring, namun tetap mendengarkan.
Kali ini ada suara lain. Suara lucu yang sangat akrab di telinga Chika. Patrick si jam dinding bertanya, “Lalu kenapa kamu tak minta maaf saja?” Si cicak menjawab, “Bagaimana bisa, tiga hari ini aku harus bersembunyi saat Chika bersiap tidur. Aku takut dia akan mengusirku jika dia melihatku.”
Patrick kembali bertanya, “Sekarang kamu mau ke mana?” Si cicak mendesah, “Ah, entahlah. Mungkin aku akan mencari kamar lain. Aku lapar, di sini tak ada nyamuk lagi. Semprotan itu telah mengusir mereka semua.”
Si cicak menjulurkan kepalanya melihat Chika yang tertidur pulas. “Aku akan merindukannya. Anak manis yang rajin dan pemberani,” kata si cicak. Perlahan dan hati-hati ia merayap menuju jam dinding.
Cicak kecil mendekati jam dinding bergambar Patrick. Dia berpamitan, “Patrick temanku, aku harus pergi. Tolong temani Chika ya. Sampaikan salamku dan permintaan maafku kepadanya.” Sambil terus terisak, si cicak merayap keluar dinding kamar Chika.
Chika merasa bersalah. Dia hendak bangun ketika boneka Spongebob di dekapannya berteriak, “Chika, awas!” Chika memalingkan muka, mata bundarnya terbelalak melihat sekawanan monster nyamuk terbang ke arahnya. Chika berteriak, “Cicak…tolong!” sambil menutup matanya rapat-rapat.
Chika membuka mata lebar-lebar. Boneka Spongebob terkulai di sisinya, tak bersuara. Jam dinding Patrick juga masih berada di tempatnya. Ternyata itu hanya mimpi, hari telah pagi. Ayah dan bunda duduk di tepi ranjangnya. “Ada apa, Sayang, kamu kejatuhan cicak lagi ya?” tanya bunda dengan lembut. Chika menggeleng. “Terus kenapa kamu tadi berteriak?” bunda masih penasaran.
“Kamu bermimpi tentang cicak ya?” tanya ayah sambil membelai rambut Chika. Kali ini Chika mengangguk. “Tapi ini bukan mimpi buruk kok, Yah,” jawabnya. Chika lalu menuturkan mimpinya malam itu kepada ayah bunda. “Ternyata cicak itu nggak jahat kok. Cicak itu malah menolong Chika biar nggak digigit nyamuk nakal,” kata Chika kepada ayah bundanya.
Ayah dan bunda tersenyum bahagia. “Wah, Chika hebat, sudah berani tidur sendiri,” kata ayah bangga. “Jadi udah nggak takut lagi nih sama cicak?” tanya bunda menggoda.
“Enggak dong, kan kami udah berteman,” kata Chika dengan senang. “Chika sama cicak, mirip juga ya namanya,” gurau bunda. Ayah menimpali, “Asal, Chika jangan sampai suka merayap di atap seperti cicak ya?” Mereka bertiga tertawa.
